Nof dan Mip yang bertugas sebagai gharim musala.
Mereka bertiga aktivis FSI juga sebagaimana kami yang
lain. Mereka tinggal di musala hanya karena keinginan mereka
agar musala selalu ada yang menjaga. Kami sangat
berterimakasih pada Andi, Nof dan Mip. Mereka mau
tinggal di musala padahal mereka orang Padang yang punya
rumah orang tua di Padang. Mereka jadi gharim tanpa ada
honor. Kecuali Nof yang sebelumnya memang anak kos
juga. Di antara waktu kuliah mereka bersihkan musala tanpa
pamrih. Tak jarang juga bahkan duit mereka sendiri yang
digunakan untuk memperbaiki kran air yang rusak.
Aku juga pernah bertanya pada Andi dan Mip kenapa
mereka bersedia jadi gharim. Jawaban mereka sederhana,
“Kami ingin mandiri.”
“Aku ingin belajar bagaimana hidup mandiri,” tutur
Andi suatu ketika. “Aku malu kepada teman yang lain,
karena semuanya mandiri dan pisah dari orang tua. Dulu
pernah aku ingin kos juga. Tapi orang tuaku melarang.
Mereka tidak membolehkan aku kos karena akan menambah
biaya. Padahal untuk transportasi aku sudah dibelikan
sepeda motor. Untuk apalagi kos.”
“Lalu kok sekarang boleh tinggal di sini?” Tanyaku “Ya. Kalau
di musala kan tidak bayar kos,” ujar Andi
sambil cengengesan. “Coba kalau kos. Tiap bulan akan
nambah biaya. Kalau di sini, gratis. Lagi pula tinggal di