tadi semua hanya berbicara seakan yang akan beraktifitas
hanya mereka yang laki-laki. Perempuan tertinggal, tidak
ikut berbuat untuk dakwah ke panti asuhan anak Mentawai.
“Bagaimana kalau kita bagi kerja.” Kembali Des
memberikan solusi.
“Bagi kerja seperti apa?” Nil penasaran.
“Bukankan para ikhwan ke sana harus bawa bekal. Tidak
mungkin mereka di sana berbuka makan nasi anak-anak
panti.” Jelas Des. “Kasihan kan. Kalau Panti juga harus
menyediakan komsumsi untuk mereka.”
“Benar Ni Des. Merekakesanajanganmemberatkan orang
Panti. Rencananya mau bantu, eh malah jadi merepotkan.”
Een tidak senang.
“Ya. Di situ solusinya,” ujar Des bangga. Solusi yang dia
berikan mulai bisa ditangkap oleh mereka yang hadir.
“Jadi kita harus beli bekal, begitu.” As yang dari tadi jadi
pendengar setia kelihatan kurang setuju. “Baiknya habis
buka puasa saja kita ke sana.”
“Bukan.” Des segera membantah. “Para akhwat
menyediakan bekal untuk buka puasa ikhwan yang ke Ulu
Gadut. Jadi akhwat tetap bisa ikut beramal dan tidak perlu ikut
kesana,” jelas Des. “Kasihan akhwat kan, kalau ikut ke sana.
Malam, gelap dan sepi. Apa penilaian masyarakat kalau ada
sepeda motor membawa laki-laki dan perempuan melewati
tempat sepi di malam hari? Malam Ramadan, dan akhwat