mengembalikannya ya.” Een menyerahkan rantangnya
kepadaku.
“Ini bisa batal puasa di jalan Da Con. Bau kolaknya membuat
air ludah menetes.” Eki menggoda.
“He..he... aku yang ngiler Ki. Kolaknya kan aku yang pegang
di belakang,” jawabku.
Sore itu kami berangkat ke Ulu Gadut. Suasana di jalan
ramai. Anak muda banyak di jalan merintang hari sambil
menunggu buka puasa.
Perjalanan sedikit terhalang di Pasar Bandar Buat.
Orang ramai, kendaraan bersileweran dan seakan tidak ada
yang mau mengalah. Semuanya ingin cepat mendapatkan
pabukoan. Penjual pabukoan terlihat sibuk. Semua berusaha
untuk terdepan dalam menggelar dagangannya. Akibatnya jalan
jadi macet.
Seperempat jam sebelum magrib masuk, kami sampai di
Ulu Gadut. Suasana panti cukup ramai. Anak- anak masih asyik
bermain. Wajah mereka cerah, tidak ada yang kuyu.
“Assalamu’alaikum.” Suara Eki memecah suasana.
Anak-anak serempak melihat ke arah kami.
“Wa’alaikumussalam.” Suara mereka serentak menjawab
salam. Mereka memberikan jalan untuk kami lewat. Dekat pintu
kantor panti, Eki memarkir sepeda motor.
Di kantor terlihat bapak pengasuh panti bersama
beberapa anak duduk di kursi membaca buku.