tengah, mereka bisa saja ke pinggir dan berhenti tiba-tiba.
Aku berdiri di depan Makorem Wirabraja. Menunggu
bis kota untuk ke Air Tawar. Aku ingat, rute bis kota dari
Sudirman akan melewati Raden Saleh dan terus ke Lolong.
Di Lolong aku turun menuju rumah Irwan yang menjadi
pembimbing kami dalam diskusi di pengajian.
Irwan, kami panggil uda sebagaimana panggilan
seorang adik pada kakak laki-lakinya di Minangkabau. Irwan
tamatan psikologi UI, namun dia giat dan rajin berdakwah.
Orang ulet dan gigih dalam berjuang. Dia teguh dalam prinsip
dan tidak ada kata menyerah dalam hidupnya.
Untuk berdakwahdia mau mengorbankanwaktunya bahkan
juga pundi-pundinya sendiri. Untuk menafkahi keluarganya
dia mengajar di beberapa sekolah di Kota Padang. Bersama
kawan-kawan dia dirikan Bimbingan belajar untuk anak
SMA yang akan mengikuti ujian masuk perguruan tinggi.
Saat itu bimbel di Padang masih langka. Dengan
kegigihanya bimbel ini sedikit demi sedikit bisa berkembang
menjadi tempat bimbel yang pavorit.
Kami mengaji, tidak pernah mengeluarkan uang untuk
membayarnya. Bahkan sebaliknya, kami setiap datang ke
rumahnya mengikuti pengajian, dapat makanan ringan gratis
yang telah dia sediakan.
Irwan, orangnya penyabar dan tidak mudah terpancing
isu. “Biarkan orang memberi penilaiannya. Kita jangan