Riwayat Hidup Buddha Jilid 2

(Teddy Teguh) #1

Setelah menyelesaikan urusan pemakaman anaknya, Kisagotami kembali menghadap Buddha.
Setelah sampai, Buddha bertanya padanya : " Gotami, apa sudah dapat biji ladanya? "


Kisagotami menjawab : " Urusan saya dengan biji lada sudah selesai, Guru. Sekarang berilah
nasihat untuk kebaikan saya. "


Buddha : " Gotami, sebelumnya kamu berpikir bahwa hanya kamu yang kehilangan anak,
sekarang kamu sudah menyadari bahwa kematian pasti terjadi pada semua mahluk.
Sebelum semua keinginan mereka terpuaskan, kematian telah terlanjur menjemputnya. "


Mendengar ini, Kisagotami menyadari sepenuhnya ketidakkekalan, penderitaan dan tanpa inti
dari kehidupan manusia. Ia lalu mencapai Pencerahan Spiritual tingkat pertama. Kemudian
Kisagotami menjadi seorang Bhikkuni.


Setelah menjadi Bhikkuni, Kisagotami rajin bermeditasi. Ia berjuang untuk membersihkan
pikirannya dari noda ( nafsu, kebencian dan kegelapan pikiran ).


Suatu malam Kisagotami bertugas menyalakan beberapa pelita di suatu ruangan dan duduk
didekatnya. Ia bermeditasi dengan objek pelita di dekatnya. Saat memperhatikan pelita, ia
melihat ada pelita yang apinya membesar dan ada yang mengecil berkedip kedip lalu mati. Tiba
tiba Kisagotami menyadari muncul dan lenyapnya fenomena kehidupan ( ini adalah Pengetahuan
Spiritual yang muncul secara alami, tidak bisa dipaksakan ).


Sang Buddha melihat dari jauh kemajuan Spiritual Kisagotami. Buddha lalu mengirimkan Tubuh
kedua Beliau. Kisagotami melihat Buddha muncul dihadapannya dengan cahaya terang
disekelilingnya.


Buddha meminta Kisagotami untuk meneruskan meditasi dengan objek ketidakkekalan
kehidupan. Kemudian Buddha mengucapkan Syair Dhammapada 114 berikut :
" Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tapi tidak dapat melihat keadaan tanpa
kematian ( Nirwana ), maka lebih baik hidup sehari saja tapi bisa melihat keadaan tanpa
kematian. "


Kisagotami mencapai Pencerahan Spiritual tertinggi setelah mendengar Khotbah ini.




Catatan :


Di zaman Buddha, usia rata rata manusia adalah 100 tahun, tapi tingkat kematian karena sakit
lebih tinggi daripada zaman sekarang, sebab jumlah dokter dan perawat masih sedikit, ditambah
lagi pengetahuan kesehatan masyarakat juga masih minim.


Di zaman Buddha biasanya menantu tinggal sama mertua sampai beranak cucu. Dengan
demikian hampir setiap rumah pernah mengalami kematian anggota keluarganya.

Free download pdf