Riwayat Hidup Buddha Jilid 2

(Teddy Teguh) #1

Beberapa tahun kemudian Roopwati hamil lagi anak kedua. Lagi, ia minta diantar kerumah
ortunya. Suaminya menolak lagi dengan alasan yang sama. Akhirnya dia pergi berdua dengan
anak pertamanya.


Akhirnya suaminya menyusulnya. Lagi Roopwati melahirkan di tengah jalan. Ia meminta
suaminya membuat tempat berteduh dari ranting dan daun. Sebab turun hujan badai dan sudah
terlalu sore untuk melanjutkan perjalanan. Mereka harus menginap semalam disana.


Suaminya pun mulai membuat tenda dari ranting dan daun. Saat tendanya baru separuh selesai,
suaminya dipatuk ular berbisa saat mencari daun tambahan. Ia tewas di tempat itu juga.


Roopwati menunggu suaminya dengan rasa bingung dan khawatir. Sebab lama ditunggu
suaminya tidak kembali juga. Badai masih mengamuk. Roopwati mendekap kedua anaknya agar
mereka bisa merasa hangat dan aman. Demikianlah, ia melewati malam itu dalam penderitaan
lahir batin, capek, bingung, khawatir dan kurang tidur.


Pagi harinya ia mengajak anaknya untuk mencari suaminya. Ia menemukan mayat suaminya
yang sudah kaku dan menghitam. Ia menangis dan meratap, menyalahkan dirinya sendiri atas
kematian suaminya. Karena berpikir tidak ada yang bisa dilakukannya lagi di tempat pelarian,
akhirnya Roopwati memutuskan kembali ke rumah orangtuanya di Savathi.


Saat berjalan pulang, ia sampai di sungai Aciravati yang tengah meluap karena hujan semalaman
dan berarus deras. Roopwati tidak bisa menyeberang dengan membawa kedua anaknya
sekaligus. Ia lalu meninggalkan anak pertamanya ditepi sungai dan membawa bayinya ke
seberang sungai. Setelah meletakkan bayinya di seberang sungai, ia menyeberang balik untuk
mengambil anak pertamanya.


Saat sedang ditengah sungai, seekor elang menukik dan menyambar bayinya. Roopwati menjerit
dan melambaikan tangannya untuk menghalau elang itu. Namun elang itu tetap mencengkeram
dan membawa terbang bayinya. Melihat ibunya menjerit dan melambai di tengah sungai, si anak
mengira ibunya memanggilnya. Ia berlari menuju ibunya. Begitu kedua kakinya masuk ke dalam
air, tubuh si anak jatuh ke air dan terseret arus sungai yang deras.


Roopwati tercengang, tidak tahu harus bagaimana. Hatinya hancur. Ia meneruskan
perjalanannya pulang ke rumah orangtuanya.


Di tengah jalan, ia diberitahu oleh tetangganya bahwa ayah, ibu dan saudara laki lakinya tewas
tertimpa reruntuhan rumah akibat badai kemarin. Tidak kuat menahan derita, Roopwati menjadi
gila. Ia berteriak histeris dan melepaskan pakaiannya, telanjang.


Kelakuannya ini menarik perhatian masyarakat, banyak orang yang menontonnya. Ia sudah tidak
dikenali lagi di kampungnya, sebab wajahnya kotor dan rambutnya acak acakan. Ada yang
memberikannya baju, tapi ia tidak mau. Bajunya disobek dan dibuang. Sejak saat itu masyarakat
memanggilnya dengan nama Patacara ( si gila agresif ) [1].

Free download pdf