DestinAsian

(Chris Devlin) #1
113

DestinAsiAn.co.iD – MAret / April 2016 MAret / April 2016 - DestinAsiAn.co.iD


menunjuk langit. Ada tulisan di pintu masuknya:
“Rumah Asuh. 4 Juni 2011 Tirta Gena Maro Danone
Aqua.” Tulisan ini menjelaskan siapa sponsor yang
mendanai rekonstruksi mbaru niang tersebut.
Dalam pandangan saya, Wae Rebo sepertinya
tak lebih dari sebuah resor yang teronggok di pe-
dalaman yang asri. Padahal ini kampungnya Empo
Maro, moyang sakti yang menurut Balsius berasal
dari Minangkabau. Moyang sakti yang namanya
diabadikan di salah satu rumah, di mana saya
kemudian tidur meringkuk dalam pagutan dingin.
Ketika pertama memasuki mbaru niang, wani-
ta-wanita terlatih dengan segera menyediakan mi-
numan dan makanan hangat. Angin lembah bertiup
lagi, menembus atap rumah, membawa embun
yang sejuk. Di dalam rumah, Wae Rebo terasa begi-
tu sepi. Saya mulai menyantap mi instan. Betapa
lucu. Di dalam rumah dari dunia lama ini, saya
justru menyantap kuliner dari dunia maju.
Suara gaduh dari luar rumah membuyarkan
pikiran-pikiran buruk saya. Rupanya si turis asal
Prancis sedang membagikan permen kepada anak-
anak kampung. Seperti semut yang mengerubungi
gula, anak-anak saling berebut, dan si Prancis
mungkin merasa seperti Sinterklas di atrium mal.
Anak-anak saling sikut. Salah seorang sempat
menangis karena pangkal telinganya tersikut te-
mannya. Si turis mencoba menenangkan kerumun-
an dengan berkata kalau permen bawaannya cu-
kup untuk semua orang. “Ini sangat menyenang-
kan,” kata si turis dengan wajah semringah.
Di hari libur, kata Alexander Ngadus, Ketua Adat
Wae Rebo, anak-anak memang ramai memenuhi

kompleks berisi tujuh mbaru niang ini.
Bila jadwal sekolah tiba, mereka kembali
ke kampung mereka di Kombo, Todo,
atau kampung-kampung lain di bawah
perbukitan sana. Di hari libur ini, Wae
Rebo bagaikan sebuah wahana wisata
yang menjanjikan kesenangan.
“Hanya orang-orang uzur di sini, dan
anak-anak,” kata Erna meningkahi. “Padi
dan sawah kami ada di Kombo, kampung
di balik bukit sana. Tapi kami harus
bertahan di sini.”
Apa yang hendak dipertahankan? “Di
sini rezekinya lain,” jawab Erna.
Malam datang berkelebat dengan ce-
pat. Malam yang membuat risau, seti-
daknya bagi saya, yang gagal menemukan
alasan yang pasti untuk mendatangi
tempat ini. Apa yang hendak saya cari?
Malam begitu sepi, begitu dingin. Tak ada
seorang pun yang bisa diajak berbincang
ketika kantuk belum merambat. Deng-
kur turis yang tidur satu ruangan dengan
saya begitu santer, mungkin karena me-
reka lelah mendaki.

“Selamat pagi, saya Thomas Pakur,” kata
seorang pria sepuh seraya menyalami saya—sapaan
yang persis sama dengan sapaan siapa saja di kam-
pung ini. Kami menikmati hidangan. Kali ini hanya
ada kopi, tanpa mi cepat saji.
Di kolong rumah, perempuan-perempuan me-
nenun dan anak-anak berkejaran. “Ini hari Ming-
gu,” kata Thomas, “ini hari Tuhan.” Di hari Tuhan,
beberapa orang lokal, yang sebetulnya menetap di
kampung lain, datang ke Wae Rebo.
Melihat saya mondar-mandir seraya terus ber-
tanya, banyak perempuan tampak risi. Saya berta-
nya tentang makna motif yang tertera di tenunan,
kenapa tidak ada ukiran di dinding rumah, kenapa
mereka tidak mengenakan kain tenun, kenapa
kain tenun mereka memakai benang Cina, kenapa,
kenapa, kenapa... Saya memang terlalu banyak ber-
tanya. Terlalu ingin tahu. Terlalu usil.
Tentu tidak demikian adanya bagi turis asing.
Bagi mereka, Wae Rebo merupakan tempat santai
yang menyenangkan. Turis-turis Prancis, misalnya,
kini menggamit lengan Thomas Pakur dengan me-
sra, lalu mengabadikannya dalam bidikan kamera.
Jauh di bawah lapisan bukit sana, oto sudah
menunggu saya, lengkap dengan iringan musiknya
yang menggetarkan langit subuh. Saya akan dibawa
kembali ke Ruteng, lalu ke Jakarta, kemudian ter-
bang ke Sumatera Barat, ke tanah leluhur orang Wae
Rebo. Entah di mana roh-roh nenek moyang kam-
pung purba ini sekarang bersemayam. Saya sudah
lelah bertanya.

seni & tradisi
Alat musik gen-
dang dan aksesori
pentas warga Wae
rebo. kiri: seorang
wanita dan anak-
nya berjalan me-
nembus hujan
seusai bekerja
di kebun. Foto-Foto lAin Di Artikel ini bisA DilihAt Di DestinAsiAn.co.iD
Free download pdf