DestinAsian

(Chris Devlin) #1
69

Maret / april 2016 - Destinasian.co.iD

Steven Van Zandt: “I, I, I, I, I, I ain’t gonna play
Sun City.” Dulu, Sun City memang menjadi
simbol diskriminasi rasial. Setelah Afrika Se-
latan memasuki alam demokrasi pada 1994,
Sun City berubah menjadi tujuan liburan
yang sangat populer.
Seperti diperlihatkan dalam film komedi
Blended yang dibintangi Adam Sandler, Sun
City menampung kasino, lapangan golf ran-
cangan Gary Player, danau jet ski, serta water
park berisi pantai artifisial dan kolam raksasa
yang mampu memproduksi gelombang se-
tinggi dua meter setiap 90 detik. Fasilitas lain-
nya adalah zip-line yang diklaim sebagai yang
terpanjang dan tercepat; suaka buaya; serta
lorong-lorong batu menuju taman yang me-
nyuguhkan bir-bir lokal.
Bagi turis Afrika pemula seperti saya, daya
tarik terbesar Sun City adalah lokasinya yang
bertetangga dengan Taman Nasional Pilanes-
berg, kawasan konservasi yang relatif kecil,
tapi punya koleksi satwa yang lumayan leng-
kap. Saat langit tenang, tempat ini menarik

Dengan sebagian tubuh teren-
dam di Sungai Zambezi, saya berjuang men-
jaga keseimbangan dengan berpegangan pa-
da bebatuan licin di tepian Victoria Falls. Tapi
rasanya ada yang menggigit kaki saya.
Saya berusaha cuek, lalu kembali berjalan
dengan kedua tangan yang mulai kepayahan.
Tapi, lagi-lagi, ada yang menggigit kaki saya.
“Makhluk apa yang hidup di sungai ini?”
tanya saya kepada Alpha Omega, pemandu
saya. “Paling hanya bayi ikan,” jawabnya sem-
bari menyeka cipratan air dari wajahnya. “Me-
reka memijat kaki Anda ya?”
Bayi ikan? Setidaknya bukan bayi buaya,
pikir saya, berusaha menenangkan diri.
Saya menyeruak dari air dengan meman-
jat tepian berbatu, lalu kembali ke Pulau Li-
vingstone yang bertengger di atas air terjun.
Livingstone diambil dari nama seorang pe-
tualang Skotlandia yang singgah di sini pada
1855 dalam ekspedisinya mengarungi Afrika.
Hari ini, Pulau Livingstone dikerubungi
sekelompok turis yang hendak menonton
Victoria Falls. Puas menonton, mereka biasa-
nya menjajal aktivitas paling menakutkan di
objek wisata andalan Zambia ini, yakni be-
renang di kolam yang berada di bibir air
terjun terbesar di dunia.
Ada dua kolam yang bisa dipilih. Yang
paling terkenal bernama Devil’s Pool. Sayang-
nya, saat saya datang di Februari, kolam ini
ditutup. Curah hujan yang terlalu tinggi mem-
buatnya terlalu berbahaya untuk direnangi.
Tapi kolam kedua, Angel’s Pool, siap meneri-
ma tamu, dan di sinilah saya, Alpha Omega,
dan sepasang pemuda tegap berendam.
Belum ada yang tewas akibat aksi nekat
itu memang, tapi bukan berarti saya merasa
aman. Satu-satunya yang memisahkan saya
dari tebing setinggi 100 meter adalah sebaris
batu basah. Itu pula sebabnya saya hanya
berani berenang selama lima menit. Kedua
turis di rombongan saya bertahan lebih lama,
terus melolong di atas air seperti anak-anak
yang kegirangan di taman rekreasi.
Victoria Falls hanyalah satu dari beragam
tempat menakjubkan yang saya sambangi
dalam trip sembilan hari di kawasan selatan
Afrika. Ini kunjungan pertama saya ke Benua
Hitam. Rute saya mencakup dua negara, dan
saya menginap di tiga hotel milik Grup Sun
International, yakni Palace of the Lost City di
North West, Afrika Selatan; Table Bay di Cape
Town; serta Royal Livingstone di Zambia.
Persinggahan pertama saya, Palace of the
Lost City, adalah bagian dari megakompleks
hiburan Sun City yang dibuka oleh hotelier
Sol Kerzner pada 1979. Tempat ini pernah
disinggung dalam lirik anti-apartheid karya


rute
Gerbang kawasan selatan
afrika, Bandara o.r.
tambo di Johannesburg,
dilayani oleh singapore
Airlines (singaporeair.
com) via singapura,
serta Cathay pacific
(cathaypacific.com)
via Hong kong. Untuk
penerbangan lanjutan ke
cape town dan living-
stone, salah satu opsinya
adalah south African
Airways (flysaa.com).

SafrelatanIka

BotSwana

ZImBaBwe

ZamBIa
angola

namIBIa

Cape town

Johannesburg
Free download pdf