DestinAsian

(Chris Devlin) #1
71

Maret / april 2016 - Destinasian.co.iD

kelana ke pelosok kota guna mengecek ke-
pastian catatan itu, tapi seorang pramusaji
(remaja Durban yang mengaku dirampok di
pusat kota Jo’burg beberapa bulan silam) dan
seorang sopir menyarankan saya mengurung-
kan agenda tersebut.
Sebagai gantinya, saya menyambangi Mu-
seum Apartheid. Tempat ini menggambarkan
kelamnya kehidupan di bawah rezim apar-
theid. Salah satu koleksi permanennya ada-
lah 131 tali gantungan yang melambangkan
jumlah tahanan politik yang dihukum gan-
tung di bawah undang-undang anti-teror.
“Masa yang suram,” ujar Themba, sopir saya.
“Tapi sekarang lebih baik, asalkan kita bisa
terus menjaga warisan Madiba [Mandela].”


Menaiki pesawat pagi ke Livingstone di
ujung selatan Zambia, saya kembali memasuki
negeri safari dan langsung menerima sam-
butan yang mendebarkan. Rampung dengan
proses imigrasi, saya dijemput oleh staf Royal
Livingstone, lalu dibawa ke sebuah dermaga


di Zambezi. Perahu saya menembus arus dan
jeram, kemudian mendarat di tepi padang
rumput di mana seorang pria etnis Lozi de-
ngan rok merah menyanyikan lagu selamat
datang. Namanya Edward Minyoni. Jabatan-
nya di hotel: pendongeng. Saya tidak pernah
tahu apa tugas resminya, tapi yang jelas,
Edward selalu ada untuk menunjukkan meja
di restoran atau mengantar saya ke kamar.
Royal Livingstone menaungi 173 kamar
yang tersebar dalam bangunan dua lantai di
meander sungai. Beberapa ekor jerapah dan
zebra dibiarkan berkeliaran di hotel. Pohon-
pohon yang tumbuh di lahannya, misalnya
leadwood dan mahoni, senantiasa diramaikan
kicauan burung dan obrolan monyet.
Hotel ini juga menawarkan banyak aktivi-
tas. Andaikan tamu enggan mencoba sesi
pijat di tepi sungai, mereka bisa menyambangi
Victoria Falls dengan berjalan kaki selama 15
menit. Suatu sore, saya berpartisipasi dalam
tur safari di sungai untuk mengintip kuda nil
dan buaya, serta menikmati gin and tonic di
perahu. Saya juga sempat mengikuti tur di
taman nasional terdekat untuk menyaksikan
parade kerbau liar.
Di hari lainnya, saya menaiki kereta uap
Royal Livingstone Express dan meniti rel yang
dibentangkan di sini sebagai bagian dari rute
Cape-Kairo rancangan Cecil Rhodes, pendiri
Rhodesia. Tur nostalgia ini membawa saya
membelah Jembatan Victoria Falls, berhen-
ti sejenak di dekat perbatasan dengan Zim-
babwe, serta mengagumi pemandangan air
terjun dan Zambezi Gorge yang mengular 128
meter di bawah rel.
Di hari terakhir, saya menaiki helikopter
dan terbang di atas Victoria Falls. Dari udara,
saya bisa menangkap panorama megah air
terjun yang berbentuk tirai selebar 1,7 kilo-
meter, serta ngarai zigzag yang diukir sungai
selama ribuan tahun. Sepanjang kemarau,
Victoria Falls menyusut drastis debitnya hing-
ga terlihat kurus. Tapi, hari ini, ia begitu ber-
gemuruh, terus mengirimkan uap, terus mem-
basahi udara layaknya hujan yang bersum-
ber dari bumi ketimbang langit.
Mosi-oa-Tunya, “asap yang menggelegar,”
begitu Suku Lozi menamai air terjun ini.
Nama yang lebih dramatis ketimbang “nama
internasional” yang dipatenkan dalam atlas
oleh David Livingstone demi mengagungkan
Ratu Inggris. Tapi David tidak sepenuhnya
keliru. “Panoramanya begitu elok hingga saya
yakin malaikat menatapnya ketika melintas
di udara,” tulisnya dulu tentang Victoria Falls.
Menatap air terjun ini dari udara, saya
mungkin juga akan sepakat dengannya keti-
ka memilih nama.

penginapan
palace of the lost City
Sun City, North West,
Afrika Selatan; 27-14/557-
4307; suninternational.
com; doubles mulai dari
Rp7.500.000.
table Bay hotel
Quay 6, Victoria &
Alfred Waterfront, Cape
Town, Afrika Selatan;
27-21/406-5000;
suninternational.com;
doubles mulai dari
Rp6.200.000.
the Maslow
Cnr. Grayston Dr. and
Rivonia Rd., Sandton,
Johannesburg, Afrika
Selatan; 27-10/226-
4600; suninternational.
com; doubles mulai dari
Rp5.100.000.
the royal livingstone
Mosi-oa-Tunya Rd.,
Livingstone, Zambia;
260-21/3321-122;
suninternational.com;
doubles mulai dari
Rp12.000.000.
Free download pdf