DestinAsian

(Chris Devlin) #1
73

Maret / april 2016 - Destinasian.co.iD

Gagal berbincang dengan Arie, saya ber-
jalan ke sisi belakang kompleks Sanggingan
untuk mengunjungi studionya: bangunan dua
lantai bergaya Bali yang kini lusuh. Sejumlah
kacanya pecah tertembak peluru senapan
angin. Lantainya kotor dan berdebu. Studio ini
sudah jauh melewati masa keemasannya.
Dulu, di sinilah Arie menikmati periode ter-
suburnya sebagai juru sungging. “Sekitar 200
lukisan lahir di sini,” ujar Suteja Neka.
Satu-satunya yang tak berubah dari stu-
dionya adalah panoramanya yang menawan.
Dari terasnya, kita bisa melihat Bukit Cam-
puhan yang magis dan Gunung Agung yang
menyembul di antara nyiur. Pemandangan
seperti inilah yang memikat banyak seniman
asing ke Ubud. Pemandangan ini pula yang
mengubah pendekatan Arie dalam melukis.
Sebelum bermukim di Bali, pria kelahiran
Belanda, 15 April 1916, ini melukis dengan gaya
impresionis. Memakai warna-warna lembut,

Di kompleks Villa Sanggingan, di
sebuah ruangan yang disejukkan kipas, Arie
Smit berbaring mendengkur di dipan bambu.
Kepalanya diganjal tiga bantal. Badannya
kurus dan pipinya tirus. “Harus dibangunkan
untuk ingat makan,” ujar I Nyoman Wita, wa-
nita yang merawat Arie sejak 20 tahun silam.
Sang begawan terlihat lunglai. Belum la-
ma, prostatnya dioperasi. Setelah sebelah ma-
tanya buta, kini sebelahnya lagi ikut buta
akibat diserang glukoma. Pendengarannya se-
makin payah. Sesekali dia dilarikan ke rumah
sakit akibat sembelit.
Tapi dia sangat terawat untuk ukuran lan-
sia tanpa keluarga. Enam staf bergiliran men-
jaganya. Misai dan jenggotnya tercukur rapi. 
Kausnya terlihat resik.
April tahun ini, Arie akan berusia 100 ta-
hun. Perintis aliran young artists ini adalah le-
genda hidup di dunia seni lukis Bali. Pamor-
nya sejajar dengan Rudolf Bonnet dan Walter
Spies. Sebagian muridnya masih aktif berkar-
ya, masih menghidupkan warisannya.
Saya masih menanti Arie terjaga dari tidur-
nya. Tak jauh dari dipan, salib kecil teronggok
di atas meja. Kata Wita, Arie kini lebih religius.
Beberapa bulan sekali, pastor datang untuk
membimbingnya berdoa.
Kepada Suteja Neka, sahabatnya, Arie per-
nah meminta dikubur secara Katolik jika ke-
lak wafat. Padahal Neka telah menyiapkan
upacara Ngaben, sebagaimana yang diberikan
kepada seniornya, Rudolf Bonnet, yang jena-
zahnya dikremasi bersama bangsawan Ubud,
Tjokorda Gde Agung Sukawati.


Begawan Bali
atas: suteja neka
dengan latar lu-
kisan dirinya yang
dibuat oleh arie
smit. Kiri: arie
smit menghabis-
kan masa tuanya
di Villa sang-
gingan, Ubud.
halaman kiri:
lukisan terakhir
arie smit yang
dibuat pada 2012.
Free download pdf