“Bagaimana kita bisa melayani Allah sebagai Tuhan?
Bukankah Allah sendiri tidak pernah kita lihat.” Sebuah
pertanyaan yang bagus, akumembatin.
Aku coba berpikir, bagaimana aku bisa memberi jawaban
yang benar dan memuaskannya.
“Maaf. Sebelum bertanya sebaiknya sebutkan
namanya.” Olid ikut memberi aba-aba. Aku jadi sedikit lega
karena punya waktu lebih banyak untuk berpikir.
“Maaf kak. Namaku Nasrullah,” jawabnya dengan
sedikit penyesalan karena rasa bersalah.
“Allah tidak pernah kita lihat. Namun kita dapat
merasakan rahmatNya. Kita dapat merasakan kedekatanNya
dan kita dapat melayaninya dengan melaksanakan setiap
kewajiban yang telah dibebankanNya kepada kita.” Dengan
hati-hati aku mulai menjelaskan kembali.
“Walau Allah tidak pernah kita lihat, tapi yakinlah
bahwa Allah selalu melihat kita, sikap kita dan tindak tanduk
kita tidak pernah luput dari pengamatanNya.”
Sebagai seorang hamba atau budak, yang pertama
kewajibannya adalah memandang tuannya sebagai penguasa
dan merasa wajib untuk setia kepada orang yang menjadi