“Koordinatornya tetap angkatan 1985.” Olid buka suara.
“Aku usulkan Eki.”
“Bagaimana dengan transpor dan akomodasinya?” Tanya
Fikri. “Saya tidak punya kendaraan. Sore ke Ulu Gadut angkot
tidak ada lagi. Lalu bagaimana jika mau pulang. Selesai
tarawih sudah jam 9.00 malam.”
Benar juga apa yang disampaikan Fikri. Ulu Gadut kurang
lebih 13 km dari Jati. Angkot ke sana tidak sebanyak ke Air
Tawar. Kalaupun naik bis kota ke Indarung, harus turun di
Bandar Buat untuk kemudian menunggu angkot masuk ke
dalam. Susahnya bagi mahasiswa yang tidak punya kendaraan.
Bagaimana mereka ke sana? Dan naik apa mereka pulang?
“Aku pikir, kita punya cukup kendaraan.” Putra
mencoba berikan solusi. “Coba hitung. Berapa banyak
sepeda motor yang kita punya. Mereka yang punya sepeda
motor, kita beri giliran satu orang perhari.”
“Mereka yang tidak punya kendaraan bagaimana?” Dan
kelihatan bingung.
“Mereka yang tidak punya kendaraan, ya bonceng.” Putra
menjelaskan.
“Brilian juga idemu Put.” Olid mengacungkan
jempol.
“Kami yangakhwatbagaimana?” Muncul pertanyaan baru
dari Nil.
Pertanyaan yang belum terpikirkan jawabannya. Dari