MERETAS JALAN

(Elfizon AmirtXDQAt) #1
tembok kasar belum dipasang keramik. Daun jendela belum

ada. Juga belum ada perabotan sebagai mana layaknya
sebuah musala tempat ibadah umat Islam. Tidak ada mimbar,
tidak ada tikar dan juga tidak ada Alquran yang akan dibaca


oleh jemaah yang datang. Hanya saja flafonnya sudah dipasang

dan lampu sudah nyala.

Aku terus ke samping kiri musala. Terlihat ilalang yang
tinggi menghijau mulai dari pinggir teras. Di sana ada jalan
selebar 1.5 meter menuju tempat mengambil wudu.
Bangunannya juga belum diplaster. Terlihat susunan bata
berjajar rapi. Di dalamnya pipa air sudah terpasang, tapi


belum punyakran.

“Ed. Bagaimana kita bisa menggunakan musala ini untuk

kegiatan? Tikar belum ada dan air untuk berwudu juga belum

tersedia.”

“Ah. Itu bukan persoalan. Untuk wudu nanti kita bisa

saja numpang di perpustakaan,” jawab Edli.

“Lalu tikarnya bagaimana?” Tanyaku lagi. “Nanti kita minta


tolong sama teman yang lain.

Mana tau nanti ada yang bisa membantu.”

Di kiri kanan mihrab ada pintu. Aku melongo ke kiri. Di

sana ada ruangan darurat dengan dinding papan. Terlihat ada alat

pertukangan dan bahan-bahan untuk perbaikan musala. Ada
cat dan kuas golong yang masih baru. “Ini pertanda


tukangnya masih dalam tahap bekerja,” pikirku.
Free download pdf